:nn
Di ruas Jalan Sudirman
Di pundak jalan melayang
Sepasang Slipi dan Fatmawati bergandengan.
Itu rumah kita, kataku
Dan kau meledak dalam tawa,
bunga api yang sama yang meletup dalam dada ketika kau menyelipkan jemarimu di antara jemariku, atau ketika menemukanmu tersenyum menanti di halaman kantor selepas jam kerja.
Tapi itu pula penanda kita akan segera berpisah jalan.
Aku harus berbelok ke kiri, kau lurus ke Fatmawati.
Kau memandangku — aku teringat mata Ibu yang tabah dan penuh pemahaman — lalu memilihkan jalan memutar untuk mengantarku pulang.
Aku masih menyimpan jernih matamu, walau selebihnya telah menguap seperti mimpi bertemu pagi.
Di hari-hari ini, kota telah jadi makam teramat luas tempat kenangan ditanam, luka dirawat, dan ziarah dijalankan di jalan-jalan utama, kadang tanpa sengaja, seperti setiap kali aku melintas di bawah Slipi dan Fatmawati.
Jakarta, Oktober 2016